BUTON, BUTONSATU.com - Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Safrin Salam SH.MH menorehkan prestasi di tingkat nasional dengan menyabet juara dua dalam kompetisi Nusantara Writing Grant (NWG).
Kompetisi ini diadakan oleh Nusantara Institut, bekerja sama dengan Bank Central Asia untuk memilih sejumlah proposal tesis S2 atau disertasi S3 yang berkualitas untuk diberikan bantuan finansial penulisan tesis/disertasi yang membahas tentang aneka ragam tradisi, kebudayaan, keagamaan lokal di Indonesia dari berbagi macam perspektif, pendekatan, metodologi, teori dan disiplin keilmuan.
Dalam disertasi Masternya, Safrin Salam membahas Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat Dalam Pengelolaan dan Pengawasan Hutan Adat Menurut Perspektif Ekofeminisme di Provinsi Sultra dengan mengangkat kearifan-kearifan perempuan dalam Jazirah Eks Kesultanan Buton dalam hal ini perempuan hukum adat kadie yang ada di Kabupaten Buton dan Buton Selatan dan perempuan hukum adat hukae laea moronene di Bombana.
Menurut Dosen senior yang mengajar di Universitas Muhammadiyah Buton itu mengungkapkan bahwa, dirinya mengangkat isu tersebut karena adanya rasa kekhawatiran hilangnya eksistensi prinsip perempuan dalam mengelola hutan adat serta adanya kebijakan yang pro terhadap kepentingan laki-laki (patriarki). Olehnya itu, dengan disertasi tersebut diharapkan hak-hak perempuan dalam pengelolaan hutan adat dapat diatur dalam sebuah regulasi.
"Pertama adanya rasa kekhawatiran dari hilangnya eksistensi prinsip perempuan dalam mengelola hukum adat, ini ada kekhawatiran, kekhawatiran itu muncul karena banyaknya kebijakan yang pro terhadap laki-laki dalam hal ini kebijakan yang patriarki, kebijakan yang hanya memihak hak-hak kepentingan laki-laki saja," katanya, melalui sambungan teleponnya, Kamis malam (29/4/2021).
BACA JUGA:
"Jadi dari latar belakang itulah seperti latar belakang sejarah, dari latar belakang kebijakan hukum yang tidak memihak pada hak-hak perempuan sehingga saya mengangkat disertasi ini," sambungnya.
Dikatakannya, terdapat empat daerah yang menjadi subjek penelitian masternya yakni Bombana tepatnya di Kabaena dengan perempuan hukum adat hukae laea moronene, Kabupaten Buton tepatnya di Desa Kaongke-ongkea, Buton Selatan tepatnya di Desa Rongi dan Desa Bola dengan perempuan dalam mengelola hukum adat (kadie).
"Misalkan perempuan di Desa Kaongke-ongkea itu mereka selalu mengambil hasil hutan yang hasil hutannya itu mereka pake untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tidak untuk kepentingan komersial dan begitu pula dengan perempuan yang ada di Desa Rongi dan Desa Bola, Kabupaten Buton Selatan," tuturnya.
Baca Juga: Lulus Predikat Cumlaude dari Unhas, Nurul Zashkiah Raih IPK 3,95
Safrin Salam, penyabet juara dua dalam kompetisi NWG tersebut melihat bahwa, saat ini kearifan lokal perempuan dalam mengelola hutan adat sudah berbanding terbalik dengan sejarah Kesultanan Buton masa lalu, dimana saat itu, perempuan-perempuan mempunyai peranan penting dalam proses mengelola hutan adat kadie di Buton.
Dicontohkan, penguasa pertama pada masa Kesultanan Buton yang menjadi seorang Raja adalah seorang perempuan bernama Wakaka kemudian Bulawambona, yang dalam pemerintahannya bisa mensejahterakan rakyatnya, baik dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan juga sistim hukum serta pemerintahan lainnya.
"Kita lihat zaman kekuasaan Wakaka dan Bulawambona, dimana pada saat itu mereka menunjukan sifat kelembutan hatinya untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Misalnya, seperti membuka kebun harus di awali dengan perempuan. Karena perempuan diangap sebagai simbol dari kesejahteraan atau keberuntungan," pungkasnya.
"Dimana perempuan-perempuan kadie asli Buton saat ini dinilai sudah tidak lagi mendapatkan kedigdayaan, padahal, kearifan lokal yang mereka lakukan hingga saat ini masih tetap ada dan masih mereka praktekkan dalam kehidupan sehari-harinya dalam menjaga hutan adat," tambahnya.
Safrin Salam berharap agar pemerintah daerah setempat dapat lebih perduli terhadap pemerintah daerah setempat dapat lebih perduli terhadap pemenuhan hak-hak perempuan, khususnya mereka yang masih menjaga dengan baik hutan adat agar dapat dibuatkan regulasi agar dapat mengatur hak-hak perempuan terhadap hutan adat sehingga terdapat kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan.