Oleh : Muhammad Hakim Rianta

Mendengar kata Pemuda sudah barang tentu yang terbesit dalam pikiran kita adalah manusia idealis, konsisten, progresif, cerdas, kritis dan sebagainya yang dilekatkan dalam dirinya. Saking banyaknya, bahkan istilah lain yang berseberangan dengan istilah-istilah itu tak jarang ikut larut disertakan sehingga muncul pula antonim pemuda idealis, konsisten dan kawan-kawannya yakni pemuda realis, inkonsisten, pragmatis, oportunis dan juga “tetek bengeknya”.

Masih dalam wacana idealisme kepemudaan, penulis teringat kalau saja Tan Malaka pernah berkata “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda” maksudnya adalah bahwa hal terpenting yang harus dimiliki seoang pemuda ialah idealisme. Idealisme secara mutlak terkonversi menjelma sebagai jati diri seorang pemuda. Karenanya itu, pemuda tanpa idealisme ibarat seekor burung yang kehilangan arah tanpa dua buah sayap. Menyakitkan dan menyedihkan!.

Memasuki Era Disrupsi 4.0 tampaknya membuat idealisme sebagai kemewahan terakhir dari pemuda mengalami pergesaran yang cukup jauh. Era Disrupsi sebagaimana dikutip dari Yoursay.suara.com adalah sebuah era terjadinya inovasi dan perubahan besar-besaran yang secara fundamental mengubah semua sistem, tatanan dan landscape yang ada ke cara-cara baru. Tak dapat dipungkiri ekspansi Era Disrupsi 4.0 juga membawa pengaruh pada tatanan masyarakat diantaranya juga adalah cara pandang pemuda dalam menghadapi era ini yang berimplikasi pada bergesernya nilai-nilai idealisme pemuda. Padahal dalam sejarah, idealisme menjadi landasan dari semua gerakan-gerakan perubahan yang diinisiasi oleh pemuda.

Baca Juga: Sumpah Pemuda Masa Kini

Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 juga berlanjut pada Peristiwa Rengasdengklok dan Reformasi 1998 adalah contoh gerakan-gerakan yang dilandasi semangat idealisme. Mereka berani mengambil risiko dalam setiap gerakan perubahan adalah juga karena idealismenya. Namun, semangat idealisme itu kini hanya sebatas jargon semata. Pemuda sekarang identik dengan sikap vandalisme, pragmatisme dan sebagainya bahkan terjerumus ke dalam lembah tawuran, pergaulan bebas tanpa batasan dan sebagainya. Lebih ironis lagi, pemuda yang dulu berperan sebagai aktor reformasi tidak mampu merawat idealismenya. Akibatnya, pemuda sekarang kehilangan orientasi dan kiblat panutannya.

Baca Juga: Harapan Bupati dan Ketua Karang Taruna Buton di Hari Sumpah Pemuda

93 Tahun yang lalu atas dorongan idealisme pemuda dari berbagai daerah berembuk untuk berikrar mengikatkan dirinya dalam tiga sumpah sakral yang sampai dengan hari ini masih kita peringati. Saat itu mereka berikrar untuk bertumpah darah yang satu, berbangsa yang satu dan berbahasa yang satu dalam bingkai kesatuan Indonesia. Tidak hanya berikrar mereka juga rela megorbankan jiwa dan raganya untuk mewujudkan eksistensi sumpah yang telah mereka ucap. Seharusnya ini menjadi pedoman pemuda masa kini terlebih dalam menghadapi Era Disrupsi 4.0.

Kalau dulu pemuda berikrar untuk mewujudkan semangat persatuan dalam usaha melawan penjajahan maka pemuda sekarang cukup hanya dengan berikrar merawat nilai idealisme yang termuat dalam butir-butir sumpah yang terucap pada 93 Tahun yang lalu. Olehnya itu, melalui momentum bersejarah Sumpah Pemuda hari ini mari kita berikrar dengan penuh tanggungjawab untuk tetap merawat nilai-nilai idealisme pemuda dalam usaha memperkuat rasa kesatuan dan persatuan bangsa. Selamat Hari Sumpah Pemuda 2021, kuatkan tekad untuk Indonesia yang lebih maju!