Insiden Kapal Tongkang Nikel Terdampar di Konawe, Erwin Usman Minta Kementerian LHK dan BLH Sultra Lakukan Investigasi

Sebuah kapal tongkang berisi nikel dalam kondisi nyaris terbalik, dilaporkan masih berada di bibir Pantai Batu Gong, Konawe (Foto: Istimewa)

JAKARTA, BUTONSATU.com - Berapa hari lalu, Selasa (13/7/2021), sebuah kapal tongkang berisi nikel dalam kondisi nyaris terbalik, dilaporkan masih berada di bibir Pantai Batu Gong, Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Hal tersebut terjadi karena diduga tali kapal tongkang putus saat dihantam ombak besar disertai angin kencang tidak jauh dari pabrik pemurnian (smelter) nikel PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), sementara pemilik kapal tongkang yang mengakibatkan pencemaran di wilayah tersebut belum diketahui identitasnya.

Terhadap peristiwa tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) Erwin Usman meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan jajaran Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sultra agar segera mengambil langkah-langkah strategis, cepat dan terukur untuk menggelar investigasi dan mencegah terjadinya pencemaran terhadap biota laut dan ekosistem di sekitar lokasi peristiwa.

"Langkah ini juga bertujuan untuk mengetahui siapa pemilik dan penanggung jawab kapal tongkang itu," tulis Erwin Usman dalam rilisnya kepada media ini, Sabtu (17/7/2021).

Dikatakannya, bila ditemukan unsur kelalaian dalam investigasi itu, maka ia meminta kepada kementerian LHK dapat mengambil langkah penegakan hukum dengan membawanya ke pengadilan.

"Agar korporasinya dimintai pertanggungjawaban hukum pidana bagi penanggungjawabnya, dan ganti rugi untuk pemulihan ekologi dan lingkungan hidup terdampak," katanya.

"Langkah ini untuk memastikan korporasi pelaku usaha pertambangan agar sejak awal menerapkan prinsip kehati-hati dini dalam berusaha (precautionary principle), sebagaimana roh dan amanat Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) No. 32 Tahun 2009," sambungnya.

Menurutnya, Precautionary principle atau prinsip kehati-hatian ini menekankan pada bagaimana melakukan pencegahan agar tidak terjadi penurunan kualitas lingkungan hidup akibat pencemaran. Lebih jauh lagi, prinsip ini juga mengatur mengenai pencegahan agar tidak terjadinya kerusakan lingkungan hidup.

"Prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu. Hal ini jelas ditegaskan dalam Pasal 87 ayat (1) UU PPLH," tegasnya.

BAGIKAN: