Polres Buton Bersama Forkopimda Gelar Sarasehan, Diskusi dan Deklarasi Damai

Bupati Buton La Bakry, Kapolres Buton AKBP Gunarko, beserta unsur Forkopimda lainnya saat berfoto bersama seusai pembacaan Deklarasi Damai (Foto Istimewa)

BUTON, BUTONSATU.com -  Polres Buton, Sulawesi Tenggara menggelar sarasehan, diskusi dan deklarasi damai bertajuk "Merajut Kebhinekaan, Dalam Perbedaan Guna Menjaga Situasi Kamtibmas Yang Kondusif Di Wilayah Hukum Polres Buton (Kabupaten Buton dan Buton Selatan)".

Diskusi dan deklarasi damai itu digelar di Aula Endra Dharmalaksana Polres Buton, Rabu (29/9/2021) dan dihadiri langsung oleh Bupati Buton Drs. La Bakry, MSi beserta unsur Forkopimda Kabupaten Buton dan Buton Selatan, Korwil Kepulauan BINDA Sultra Kompol Ridwan, SH., MH., MM dan perwakilan organisasi kerukunan etnis di Buton.

Hal itu merupakan cara persuasif dan edukatif dilakukan pemerintah dan kepolisian dalam menyikapi kondisi keamanan di wilayah bumi penghasil aspal.

Dalam kegiatan itu, Kapolres Buton AKBP Gunarko mengatakan, giat ini dilakukan untuk menyikapi segala persoalan yang ada di kota Kendari beberapa Minggu lalu, yang mana pemicu dari konflik itu hanya seorang oknum saja, namun karena masyarakat banyak mempercayai berita-berita hoaks di media sosial sehingga konflik tersebut menjadi besar dan meluas.

"Kondisinya saat itu ada seorang oknum sedang mabuk, sehingga muncul dugaan-dugaan dia seolah-olah diserang dan isu tersebut berkembang luas sehingga yang dibawa isu tentang kesukuan," katanya.

"Contoh kasus nyata-nyata hoaks berkembang disana, sekarang adanya perkembangan media sosial yang semakin cepat sehingga informasi itu dengan cepat di dapat oleh masyarakat, muncul dokumen-dokumen lama yang menggambarkan seolah-olah dia di busur. Padahal itu adalah dokumen dan kejadian lama yang diungkap kembali di daerah lain, itu sengaja dibuat untuk memancing situasi," sambungnya.

Lebih lanjut, Kapolres Buton juga menyampaikan bahwa persoalan tersebut hampir mirip dengan kondisi masyarakat yang ada di Kabupaten Buton yang masih banyak mempercayai berita-berita hoaks.

"Kita mungkin pernah sama-sama mendengar kejadian antara Sampuabalo dan Gunung Jaya, awalnya juga gara-gara persoalan sepele yaitu permasalahan individu sehingga dengan mudahnya melebar ke masyarakat. Permasalahan pribadi dibawanya ke ranah umum," tuturnya.

Dalam kesempatan itu, AKBP Gunarko mengatakan juga bahwa jika terdapat suatu permasalahan pribadi jangan dibawa-bawa pada rana agama, suku dan adat sehingga tidak menimbulkan konflik dalam masyarakat.

Orang nomor satu ditubuh Polres Buton ini meminta kepada tokoh agama, masyarakat, pemuda dan juga perwakilan pemerintah agar diberikan masukan terkait dengan situasi kamtibmas yang ada di wilayah hukum Polres Buton.

"Jika terdapat juga suatu permasalahan coba untuk dimediasikan terlebih dahulu, jangan dikit-dikit main hukum, jangan dikit-dikit ke pengadilan. Cobalah kita selesaikan dulu permasalahan itu dengan cara kekeluargaan," tandasnya.

Sementara itu, Korwil Kepulauan BINDA Sultra Kompol Ridwan mengatakan, konflik yang terjadi beberapa tahun silam di Kabupaten Buton itu diakibatkan kita sudah melupakan warisan sejarah, budaya dan ajaran para leluhur.

"Dari dulu wilayah Buton ini terkenal sebagai daerah yang islami, menjunjung tinggi budaya, dimana para leluhur sudah mengajarkan kita mengenai "Sara Pataanguna". Jadi para leluhur itu sudah mewariskan kita budaya yang sebenarnya," katanya.

"Kita bisa menghilangkan semua sekat dan perbedaan yang terjadi di dalam lingkungan masyarakat asalkan kita tidak melupakan ajaran dari leluhur ini," sambungnya.

Selain itu, Kompol Ridwan juga menyampaikan yang menjadi pemicu dari konflik dalam masyarakat itu diantaranya adalah minuman keras, kemajuan ilmu teknologi dan informasi yang saat ini tidak disaring oleh masyarakat dan kurangnya komunikasi dan silaturahmi antar sesama.

"Saya menguraikan agar dapat menangkal potensi-potensi konflik sosial itu agar tidak berkembang luas diantaranya kita bisa memulai dari lingkungan keluarga, tidak normalnya fungsi-fungsi pemerintah serta persoalan yang sudah terjadi tidak mampu untuk diselesaikan, serta kurangnya pencerahan dari tokoh-tokoh agama," pungkasnya.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Asisten Satu Buton Selatan. Dalam kesempatannya itu ia menyampaikan bahwa sebenarnya potensi konflik yang terjadi di Buton dapat diminimalisir karena nilai historis pada tiap-tiap desa hampir sama.

"Apalagi kami di Buton Selatan itu masyarakatnya masih homogen, berbeda dengan daerah-daerah lain seperti di Baubau itu masyarakatnya suda heterogen. Jadi untuk potensi konflik bisa kita atasi asalkan kita semua bekerja dengan baik dalam memberikan edukasi dan sosialisasi dalam masyarakat," katanya.

"Ini perlu untuk kita kolaborasi antar semua instansi karena untuk meredam konflik itu bukan hanya tugas pemerintah dan kepolisian semata, ini menjadi tugas kita semua untuk berkolaborasi agar mengantisipasi segala bentuk persoalan yang ada," sambungnya.

Ia juga menyampaikan, agar kedepan tidak terjadi konflik dalam masyarakat diharapkan semua unsur baik itu pemerintah, ormas dan LSM dapat berperan dan berkolaborasi dengan baik dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

"Kalau semua elemen ini diperankan dan kolaborasi ini berjalan dengan bagus saya kira permasalahan-permasalahan yang ada dapat kita antisipasi," pungkasnya.

Sementara itu ditempat yang sama, Bupati Buton Drs. La Bakry mengatakan bahwa dalam membangun suatu ketahanan keragaman harus dimulai dari lingkungan keluarga sehingga potensi konflik yang muncul dalam masyarakat dapat diatasi.

"Hanya saja kenapa terjadi konflik dalam lingkungan masyarakat karena ada kegagalan disitu, kegagalan kita dalam membangun suatu kelompok kecil yang disebut dengan keluarga tadi," katanya.

"Kegagalan itu langsung keluar, dia keluar mempengaruhi kelompok masyarakat yang lebih besar, apakah dilingkungan RW, desa, kelurahan bahkan kemudian masuk ke akar desa dengan mengajak masyarakat yang lain," sambungnya.

Lanjut La Bakry, ia juga mengatakan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Buton sejak masa Kesultanan Buton "Sara Pataanguna" sangat ampuh dalam mencegah konflik sosial di tengah-tengah masyarakat.

"Tidak dapat dipungkiri sejak dahulu masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Buton sudah beragam atau heterogen yakni terdiri dari keanekaragaman suku, agama, budaya dan bahasa. Namun alhamdulilah tetap hidup damai dan kondusif karena begitu kuatnya penanaman nilai-nilai kearifan lokal dalam setiap kepribadian masyarakat Buton," tuturnya.

La Bakry juga menambahkan kiranya harus ada kurikulum muatan lokal bukan hanya sebatas bahasa Buton tetapi juga muatan lokal tentang penanaman nilai kepribadian masyarakat eks Kesultanan Buton. Tidak boleh melupakan akar budaya kita yang bisa merekatkan kita masyarakat eks Kesultanan Buton.

"Kita yang hadir hari ini harus memberi pencerahan kepada keluarga, sesama atau masyarakat di manapun berada. Dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil. Nilai-nilai kearifan lokal "Sara Pataanguna" harus bisa kita tanamkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

"Itu universal, orang dari manapun berasal pasti ingin kedamaian. Kita harus mewarisi prinsip-prinsip budaya Buton yang universal, menghargai keragaman, memperlakukan orang lain dengan baik seperti diri kita ingin diperlakukan. Saya yakin keragaman bisa kita manage untuk senantiasa hidup rukun dan damai," jelasnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menitip pesan kepada generasi muda agar menjauhi miras yang dapat memicu konflik. Deklarasi anti miras yang sudah dipelopori oleh beberapa desa di Buton diakuinya sangat berpengaruh besar terhadap kondisi kamtibmas yang kondusif di daerah ini.

"Saya berharap seluruh pemangku kepentingan agar tetap menyatukan langkah, tidak boleh lalai agar tidak terjadi konflik ke depan, upaya deteksi dini sangat diperlukan. Jika ada masalah kecil agar segera diselesaikan sehingga tidak menjadi konflik yang besar di kemudian hari," tandasnya.

BAGIKAN: