Kota: Sampah dan Parkir Liar yang Meresahkan

Rinawati Acan Nurali (Pengamat Lingkungan-Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) (Foto: Istimewa)

Oleh: Rinawati Acan Nurali (Pengamat Lingkungan-Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Pagi ini saya iseng keliling kota, ingin menghirup udara segar di luar setelah beberapa lama berdiam diri di kamar. Dengan mulai menyusuri jalanan kota, mulai dari stadion betoambari menuju jalan poros betoambari. Jalanan cukup ramai, padat merayap. Udara juga tak bersahabat, bau busuk menyengat di hidung. Pohon yang seharusnya menjadi tempat yang menyegarkan malah didominasi sampah-sampah yang berserakan, bukan berada di tempat semestinya. Udara terasa pengap.

Sepertinya para pekerja dari Dinas Kebersihan masih belum turun. Lalat-lalat bersuka ria, terbang kesana-kemari merayakan pesta sampah yang berlimpah. Dan nyatanya bukan hanya di satu titik saja, bahkan sampah bergelimpangan dekat sebuah bank yang ada di Kota Baubau, yang tentu titik-titik sampah ini adalah ruang aktifitas masyarakat.

Aktifitas masyarakat yang terhambat, bukan karena terlampau banyaknya kendaraan, tapi karena parkir liar yang membikin hati bengkak. Mobil-mobil masyarakat kaya yang dengan santainya memarkirkan mobilnya di jalanan, yang merupakan akses mobilitas masyarakat. Hampir 20 menit lamanya hanya untuk mendapatkan ruang gerak melaju.

Saya jadi teringat perkataan Ir. Ikaputra M.Eng., Ph.D., seorang pakar perencanaan kota dan lingkungan. Dalam bahasanya ia mengatakan "paling tidak ada empat tolak ukur kota yang baik. Kota itu harus bisa berfungsi dengan baik. Artinya, tata guna ruang tersebut harus berfungsi optimal.

Kota harus memiliki sirkulasi, sehingga penghuninya bisa berpindah tempat dengan baik. Salah satu indikatornya adalah transportasi publik. Kalau transportasi publik buruk, kota itu tidak bisa dinilai baik.

Tata ruang kota harus dikembangkan berdasar penataan bangunan. Kalau penataan bangunannya buruk, kota itu tidak bisa dikategorikan sebagai kota yang baik.

Tata utilitas lain di luar sirkulasi/transportasi, seperti drainase dan sanitasi, harus bekerja dengan optimal."

Jika berpatokan pada perkataan pakar tersebut, tentu saja ini belum terpenuhi di kota saya. Kota Baubau yang dulunya disebut sebagai Kota Semerbak dan kini sebagai kota PO'5. Katanya masyarakatnya diharapkan menjadi masyarakat yang maju, akan tetapi fasilitas kebersihan dan kenyamanan saja tidak diperhatikan.

Oh tentu saja bukan tanpa dasar saya mengatakan Kota Baubau sebagai sebuah kota yang belum terpenuhi sebagai kota yang "baik". Entah ini kesadaran masyarakatnya atau pemerintahnya, yang tidak memberikan space buat pemilik kendaraan hingga sepanjang jalan pasti ditemukan parkir liar yang membuat resah dan tentu mengganggu kenyamanan mobilitas lalu lintas kota.
 
Apalagi pejalan kaki. Yang semestinya diberikan ruang aman. Namun ini tentu tidak berlaku. Rasa Was-was buat berjalan kaki, karena keamanan yang tidak terjamin. Luas jalan tak lagi terlihat sebagai mana fungsinya. Lagi-lagi parkir liar yang menjadi pengganggu jalan.

Bagaimana coba!!! Bukan hanya parkir liar yang menjadi pengganggu, sampah-sampah yang berserakan di jalan juga menjadi cendramata yang tidak akan terlupakan. Bukan hanya menjadi parasit di jalanan, tapi berubah menjadi gas yang membuat tidak nyaman. Bau busuk karena sampah, berhamburan di udara. Udara bersih tak lagi terpenuhi.

Lah bagaimana bisa disebut sebagai kota yang baik?? Dengan hal-hal di atas sudah menjadi pengganggu, kenyamanan masyarakat.

Apakah Kota Baubau harus tertinggal jauh kebelakang dari kota-kota tetangga! Bagaimana mau maju, jika Space-space yang khusus saja tidak tersedia. Haruskah kesadarannya lagi yang dipertanyakan!!!

Jika pemerintahnya mau melihat dan mencari cara atau mentaktisi untuk mengubah Baubau menjadi kota yang nyaman buat masyarakatnya, pastinya Baubau dengan simbol yang dikenal sebagai kota semerbak dan berubah jadi PO'5 akan terealisasi dengan baik. Bukan hanya sebagai simbolisasi semata.

Rinawati Acan Nurali

rinaacan@gmail.com

fb: @rinawati.acan

BAGIKAN: