Oleh: Muhammad Ansharullah Amirudin
Siswa SMA Negeri 1 Pasarwajo
’’Berikan aku 1000 orang tua niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Dan berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia’’. Begitulah perkataan Bapak Proklamator kita Ir. H. Soekarno. Hal ini bukanlah tanpa alasan, orang yang memproklamirkan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia ini sadar akan 1 hal yaitu bahwa pentingnya pemuda dalam berperan sebagai tonggak utama dalam mendirikan fondasi kokoh Indonesia sebagai Negara yang berdaulat dan terlepas dari berbagai pengaruh merusak serta belenggu penjajahan.
Pemuda selalu saja mengarahkan pandangan kepada seluruh persoalan yang terjadi pada bangsa dan Negara Indonesia. Bahkan dalam menuju kemerdekaan, pemuda juga ikut berperan penting dalam prosesnya. Sudah pasti kita perlu menyadari, menghargai dan mengapresiasi keberanian serta kekompokkan golongan muda dalam menculik Soekarno-Hatta dengan tujuan mendesak agar segera memproklamirkan kemerdekaan. Sehingga pada 17 Agustus 1945, menjadi penanda terealisasinya usaha yang begitu kian massif dan penuh semangat dari kerja sama antara golongan tua dan muda dengan usaha yang sama namun dengan tupoksi yang berbeda.
Sepenggal alasan betapa pentingnya pemuda bagi Soekarno dan seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Tetapi, kemerdekaan tidak sepenuhnya di dapat oleh Indonesia, meski tidak dapat dilihat dan dirasakaan secara fisik, namun hingga sekarang Indonesia sedang berada dalam medan pertempuran yang jauh lebih berbahaya dibanding usaha pemuda dalam mewujudkan kemerdekaan 17 Agustus 1945, ataupun ketika pemuda ikut berperan aktif menekan PKI dalam peristiwa September 1965 itu, yang mana musuh kita saat itu jelas, penjajah yang tentu tidak sejalan dengan kita, para wong cilik yang dipengaruhi dan dijadikan senjata dalam memberontak di tanah sendiri, dan korban yang terhitung banyak jumlahnya.
BACA JUGA:
Baca Juga: Mengapa Soekarno Hanya Butuh Sepuluh Pemuda
Tetapi di Indonesia generasi pemuda kita yang sedang dibombardir, pemikiran dan mentalnya diobok-obok oleh kaum sekuler, liberal, atheis, komunis, LGBT, hedonis, otak-otak pemuda kita sedang diracuni oleh budaya westernisasi dan berbagai kebudayaan merusak dengan mengatasnamakan kebebasan berekspresi.
Dahulu korbannya jelas, disiksa, dibunuh, meninggal dunia, dan bisa jadi mati syahid tetapi di kita Indonesia korban serangan ideologi ini tidak mati, tapi menjadi mayat-mayat hidup yang berjalan tanpa visi misi apalagi ambisi dan parahnya mereka-mereka ini tidak sadar bahwa mereka adalah korban, tidak mati fisik tapi mati pemikiran. Memprihatinkan? Hal ini justru jauh lebih dari memprihatinkan dan bahkan bisa saja akan merenggut kemerdekaan bagi seluruh bangsa Indonesia nantinya.
Sangat miris, kemerdekaan datang dari pemuda dan “akan” dihilangkan juga oleh pemuda itu sendiri. Tetapi, “akan” ini bisa menjadi “tidak akan” dengan kembali lagi pada bantuan dari kita para pemuda. Tinggal memulai dari hal terkecil seperti menyaring secara tegas dan selektif pengaruh budaya yang datang dari luar maupun dalam tanah air kita sendiri hingga dengan mewujudkan sumpah kita sebagai pemuda bahwa akan terus mengembangkan dan memegang teguh sikap persatuan dan kesatuan dengan melepaskan segala egoisme personal terhadap perbedaan adat, suku, ras, sampai agama yang akan membuat kita terpecahkan.
Dahulu hingga sekarang pemuda selalu ikut serta dalam memperbaiki dan menyelesaikan segala perihal yang datang pada bangsa dan Negara, dan terbukti berhasil sehingga sekaranglah saatnya kesempatan bagi para pemuda untuk membuktikan kembali pada Indonesia dan dunia bahwa pemuda akan selalu konsisten untuk menjadi garda terdepan dalam mendobrak seluruh perihal dan mewujudkan sumpah kita “Sumpah Pemuda”. Jumat, 28 oktober 2022.