Oleh: Sadam Sudin Sahi
(Alumni Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat - Unidayan)
Ada yang menarik dengan fenomena tiba-tiba membludaknya masyarakat mendatangi “program” vaksinasi masal ditiap desa/kelurahan. Mengapa fenomena ini menjadi menarik untuk dibahas, sebab pada beberapa bulan sebelumnya, justru yang ada adalah kecenderungan publik menaruh sentiment negatif terhadap program vaksinasi covid 19. Sehingga pada prakteknya, Nampak petugas kesehatan yang dibantu oleh tni/polri dan instansi terkait kesulitan mencari masyarakat yang bersedia di vaksin. Pada beberapa daerah, untuk menarik minat masyarakat melakukan vaksin, instansi terkait meng-imingi peserta vaksin dengan kupon berhadiah. Padahal semestinya, tanpa kupon berhadiah pun harusnya masyarakat secara suka rela berperan aktif mendaftarkan dirinya sebagai peserta vaksin. Sebab wabah covid 19 adalah sebuah fakta yang benar benar terjadi dan telah memakan korban bukan hanya dalam jumlah yang sedikit. Dan vaksin setidak tidaknya hingga saat ini merupakan cara terbaik untuk memberikan perlindungan khusus terhadap infeksi covid 19 (specific protection).
Kembali pada statement awal, mengapa tiba tiba terjadi lonjakan jumlah masyarakat yang ingin di vaksin, padahal beberapa waktu sebelumnya Nampak ada resistensi sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh masyarakat berkaitan dengan program pemerintah ini? Untuk menjawab pertanyaan itu, setidaknya kita dapat membaca fenomena perubahan perilaku masyarakat ini melalui tiga sudut pandang:
Pertama; Berhasilnya pendidikan kesehatan yang digalakan oleh pemerintah.
BACA JUGA:
Kedua; adanya dukungan sosial dari para tokoh, dan
Ketiga; terjadinya perubahan perilaku masyarakat yang dilakukan secara terpaksa.
Satu dan dua adalah pendekatan perubahan perilaku dengan cara persuasive. Sudah menjadi pengetahuan umum, ketika pertama kali covid 19 masuk ke Indonesia, tanpa menunggu lama pemerintah langsung menyatakan “perang” melawan corona. Semua cara dilakukan untuk menekan dan mengendalikan wabah ini, termasuk mensosialisasikan secara masif program vaksinasi lewat berbagai media. Untuk meyakinkan publik bahwa vaksin itu aman dan baik, serta dapat melindungi tubuh dari bahaya virus corona, tidak tanggung tanggung presiden republik Indonesia bapak Ir. Joko widodo langsung mengambil inisiatif menjadi orang pertama yang menerima vaksin covid 19. Barulah setelah itu dikuti oleh para pejabat tinggi Negara, pejabat provinsi/kabupaten dan kota hingga orang orang yang berpengaruh ditingkat desa/kelurahan. Semua itu dilakukan tidak lain agar masyarakat tidak termakan berbagai isu hoaks yang berkaitan dengan program vaksinasi itu.
Cara persuasif ini membutuhkan waktu yang lama karena ketika orang tahu belum tentu mau, ketika mau belum tentu mampu, ketika mampu belum tentu langsung mempraktekan perilaku kesehatan (Vaksin) tersebut. Namun pun demikian, cara pertama dan kedua ini merupakan cara terbaik dalam merubah perilaku masyarakat agar perubahan perilaku yang dihasilkan dapat bertahan lama. Sebab ia bekerja diruang kesedaran masyarakat itu sendiri.
Sementara perubahan perilaku dengan cara ketiga (paksaan) biasanya dilakukan setelah cara pertama dan kedua telah dan sering dilakukan. Pada prakteknya, cara ketiga ini membutuhkan dukungan para pembuat kebijakan diberbagai tingkatan. Biasanya dalam bentuk peraturan perundang undangan, keputusan presiden, perda, perdes, dst. Karena cara ketiga dilakukan dengan cara paksaan maka perubahan yang terjadi biasanya bersifat sementara, bergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Misalnya perokok aktif tidak akan merokok diruang bebas asap rokok, masuk ke bank wajib menggunakan masker, dst. Akan tetapi ketika ia telah keluar dari tempat itu, maka bisa jadi perokok akan kembali merokok, begitu juga dengan yg mengenakan masker bisa jadi akan melepas maskernya. Hal ini juga berlaku pada program vaksinasi, bisa jadi masifnya fenomena masyarakat mencari vaksin dipengaruhi oleh peraturan presiden nomor 14 tahun 2021 tentang perubahan atas peraturan presiden nomor 99 tahun 2020 tentang pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksin dalam rangka penanggulangan pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19). Dimana dalam peraturan presiden tersebut pada pasal 13A ayat 4 disebutkan “setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administrasi berupa : penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan atau denda.
Terlepas dari perdebatan apakah terjadinya fenomena membludaknya masyarakat yang Ingin Di Vaksin itu dipengaruhi oleh ketiga faktor tersebut secara bersamaan atau dipengaruhi oleh salah satu dari ketiga faktor tersebut, fenomena membludaknya masyarakat yang ingin di vaksin mesti disyukuri sebagai penanda bahwa “perang” melawan covid-19 akan segera dimenangkan. Dan kita berharap fenomena membludaknya masyarakat mencari vaksin itu tidak berhenti pada vaksin dosis pertama saja.