Oleh Mansur Tlk
BUTON, BUTONSATU.com, - Wabula sudah saatnya berbesar hati membiarkan Wasuemba mengatur lembaga adatnya sendiri, seperti halnya lembaga agama dan pemerintahannya.
Biarkan mereka mengatur 'ntoru-ntoru'-nya sendiri bila mereka tidak mau 'ntoru-ntoru'-nya ditempati oleh Parabela dan Imam Wabula.
Berpedoman bahwa Wabula dan Wasuemba adalah SATU, maka adat Wasuemba tidak bakal berubah nama dari ADAT WABULA.
Induk adatnya adalah ADAT WABULA. Bila ada kekeliruan membenarkan itu karena faktor 'pomali' atau 'matalapu' atau sejenisnya, maka demi mengutamakan PERSAUDARAAN, hal kekeliruan itu yang dipiago agar terhindar dari 'balaa' sebagai akibatnya.
Namun kalau tidak ada unsur pomali-nya bila Wasuemba dibiarkan mengurus adatnya sendiri, maka Alhamdulillah berarti tidak ada masalah.
Sangat disayangkan sumber masalahnya hanyalah faktor pembenaran KAMU dan AKU.
AKU WABULA, KAMU WASUEMBA.
AKU WASUEMBA, KAMU WABULA.
Saatnya runtuhkan 'AKU dan KAMU' itu. Mulai dengan KITA.
KITA WABULA, KITA WASUEMBA, KITA SATU, WABULA ADALAH WASUEMBA, WASUEMBA ADALAH WABULA.
Baca Juga: Wabula Wasuemba Itu Satu Kesatuan, 'Cia Danee Mia Mogaano'
Dan faktanya leluhur Wasuemba adalah Wabula juga. Belum tentu Wasuemba mengesampingkan makna 'yeeno komia isie humoraacino ntoru-ntoru'. Saya yakin Wasuemba tahu kok.. hanya saat ini Wasuemba 'sebagian tidak lagi menerima'.
Nah apakah salah kalau mereka sebagian tidak lagi menerima itu?.
Belum tentu salah, justru sebagian tidak lagi menerima pasti karena ada alasannya.
Maka Wabula bijaklah memahami ini dan bukan malah tambah menyalahkan karena sebagian tidak lagi menerima (makna: 'yeeno komia isie humoraacino ntoru-ntoru'- red).
Ane mia moagaano ilonge ke mai topoparaa aso..Tapi bagaimanapun kita tokapohole-holea hake.. jadi tegakah kita?
Penulis berkesimpulan, mengutamakan PERSAUDARAAN itu lebih baik daripada mengutamakan PEMBENARAN. Apalagi ini hanya soal Adat.
Mansur Tlk
Baubau, 10/10/2021